Meneladani Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
Ber’idul Fithri
Idul
Fitri bisa memiliki banyak makna bagi tiap-tiap orang. Ada yang memaknai Idul
Fitri sebagai hari yang menyenangkan karena tersedianya banyak makanan enak,
baju baru, banyaknya hadiah, dan lainnya. Ada lagi yang memaknai Idul Fitri
sebagai saat yang paling tepat untuk pulang kampung dan berkumpul bersama
handai tolan. Sebagian lagi rela melakukan perjalanan yang cukup jauh untuk
mengunjungi tempat-tempat wisata, dan berbagai aktivitas lain yang bisa kita
saksikan. Namun barangkali hanya sedikit yang mau untuk memaknai Idul Fitri
sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam “memaknainya”.
Idul Fitri memang hari istimewa. Secara syar’i pun dijelaskan bahwa Idul Fitri merupakan salah satu hari besar umat Islam selain Hari Raya Idul Adha. Karenanya, agama ini membolehkan umatnya untuk mengungkapkan perasaan bahagia dan bersenang-senang pada hari itu. Sebagai bagian dari ritual agama, prosesi perayaan Idul Fitri sebenarnya tak bisa lepas dari aturan syariat. Ia harus didudukkan sebagaimana keinginan syariat.
Bagaimana
masyarakat kita selama ini menjalani perayaan Idul Fitri yang datang menjumpai?
Secara lahir, kita menyaksikan perayaan Hari Raya Idul Fitri masih sebatas
sebagai rutinitas tahunan yang memakan biaya besar dan juga melelahkan. Kita
sepertinya belum menemukan esensi yang sebenarnya dari Hari Raya Idul Fitri sebagaimana
yang dimaukan syariat.
Bila
Ramadhan sudah berjalan 3 minggu atau sepekan lagi ibadah puasa usai, “aroma”
Idul Fitri seolah mulai tercium. Ibu-ibu pun sibuk menyusun menu makanan dan
kue-kue, baju-baju baru ramai diburu, transportasi mulai padat karena banyak
yang bepergian atau karena arus mudik mulai meningkat, serta berbagai aktivitas
lainya. Semua itu seolah sudah menjadi aktivitas “wajib” menjelang Idul Fitri,
belum ada tanda-tanda menurun atau berkurang.
Untuk
mengerjakan sebuah amal ibadah, bekal ilmu syar’i memang mutlak diperlukan.
Bila tidak, ibadah hanya dikerjakan berdasar apa yang dia lihat dari para orang
tua. Tak ayal, bentuk amalannya pun menjadi demikian jauh dari yang dimaukan
syariat.
Demikian pula dengan Idul Fitri. Bila kita paham bagaimana bimbingan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah ini, tentu berbagai aktivitas yang selama ini kita saksikan bisa diminimalkan. Beridul Fitri tidak harus menyiapkan makanan enak dalam jumlah banyak, tidak harus beli baju baru karena baju yang bersih dan dalam kondisi baik pun sudah mencukupi, tidak harus mudik karena bersilaturahim dengan para saudara yang sebenarnya bisa dilakukan kapan saja, dan sebagainya. Dengan tahu bimbingan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beridul Fitri tidak lagi butuh biaya besar dan semuanya terasa lebih mudah.
Demikian pula dengan Idul Fitri. Bila kita paham bagaimana bimbingan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah ini, tentu berbagai aktivitas yang selama ini kita saksikan bisa diminimalkan. Beridul Fitri tidak harus menyiapkan makanan enak dalam jumlah banyak, tidak harus beli baju baru karena baju yang bersih dan dalam kondisi baik pun sudah mencukupi, tidak harus mudik karena bersilaturahim dengan para saudara yang sebenarnya bisa dilakukan kapan saja, dan sebagainya. Dengan tahu bimbingan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beridul Fitri tidak lagi butuh biaya besar dan semuanya terasa lebih mudah.
0 komentar:
Post a Comment